
Merapi dilihat dari Sabana 1 Merbabu
Pos 3 – Tanjakan Watu Tulis – Sabana 1
Sesekali Merapi mengintip di tengah kabut tebal. Kami terus melanjutkan perjalanan. Dari Pos 3, trek berbelok ke kanan. Target berkemah kami adalah menuju Sabana 1. Tapi untuk menuju Sabana 1 dari Pos 3, kami harus menaklukkan Tanjakan Watu Tulis yang aduhai terjalnya.
Hari yang makin gelap dan trek menanjak menjadikan perjalanan di bagian ini cukup melelahkan dan merepotkan. Dengan saling mengawasi, kami perlahan merayap di tanjakan ini. Headlamp menjadi senjata utama memilih pijakan. Di tanjakan Watu Tulis ini, kami lebih banyak istirahat dibanding sebelumnya.
Tapi Tuhan memang adil. Di tengah cuaca yang sangat dingin hingga terus turun ke angka 10°C, kami mendapat pemandangan indah di belakang kami. Ya, ketika kami merayap di Tanjakan Watu Tulis, kami memunggui Merapi.
Mungkin alasan saat itu kami banyak istirahat di tanjakan ini, selain karena kelelahan, kami sangat menikmati pemandangan Merapi di belakang meski kabut terus berupaya menghalang-halangi pemandangan.
Sabana 1
Kami butuh hampir 1 jam 30 menit untuk sampai ke Sabana 1. Angin semakin kencang. Saya merasa ini adalah badai. Suhu anjlok ke 9°C dan angin kencang tidak bosan membekukan kami. Ditambah kabut yang makin pekat membatasi gerakan kami untuk mendirikan tenda.
Di Sabana 1 malam itu, ada beberapa tenda dari pendaki lain. Tanpa dikomando, semua seperti sepakat mendirikan tenda yang dekat dengan pohon agar tidak dihajar angin kencang.
Kami memutuskan hanya mendirikan 2 tenda. 1 tenda kapasitas 6 orang yang dipaksa melebihi kapasitas yakni 8 orang. Dan 1 tenda lagi untuk 2 orang perempuan di tim kami. Setelah tenda berdiri, kami mulai memasak konsumsi dan tak lupa menjerang air untuk menyeduh minuman hangat. Kopi, energen, dan minuman lainnya menjadi penghangat di tengah suhu 9°C.
Setelah itu, kami tidur dengan berdempet-dempetan. Trik ini cukup berhasil menciptakan suhu dalam tenda yang tidak terlalu dingin. Percayalah, suhu 9°C ditambah angin kencang bukan kondisi yang nyaman untuk berkemah dengan normal.
Di tengah badai angin dan kabut tebal, kami tidur dengan membawa kelelahan yang tidak bisa ditawar.
Pukul 02 lewat saya terbangun, tenda pendaki lain sudah mulai “berkicau”. Sepertinya mereka masih berdiskusi apakah akan summit attack sesegara mungkin atau tidak. Dari dalam tenda saya menyimak. Angin tidak juga surut kecepatannya. Tenda kami tetap tenang karena saya sendiri yang terbangun. Saya coba pejamkan mata kembali. Ternyata bukan hal yang mudah.
Saya pun menelan Tolak Angin dengan harapan bisa kembali tertidur.
Sekitar jam 4, kami sudah mulai bangun dan menerka kondisi apakah memungkinkan atau tidak. Selain itu, beberapa dari kami keluar tenda untuk menunaikan “panggilan alam”. Jujur, bukan pengalaman yang menyenangkan buang air kecil di tengah kabut pekat, suhu dingin, dan angin kencang.
Hari sudah semakin terang. Angin belum juga selesai bertiup kencang. Kabut semakin menebal. Suhu tidak berubah banyak, masih di angka 9°C. Pukul 06.00 WIB kami persiapkan perlengkapan untuk menuju puncak. Pukul 06.30 WIB, kami keluar tenda. Kami memutuskan menerjang badai angin dan kabut untuk menuju puncak.
Karena badai ini, tentu perjalanan menjadi tidak mudah. Tantangan adalah cuaca dingin dan kabut tebal. Kabut juga sesekali mencair membasahi jaket kami.
No pictures = Hoax
No pictures = Hoax
:v
Wkwk.. yang atas pada kocak
eh, yang mana?
Yg komen di atas saya 😆
noted dulu. blm baca semua.
tapiu temen ke merbabu hmm.. tahun kemarin kayanya juga menghadapi badai 😀
ini yah yg di srory IG?
iya ini yg ada di IG Story? :v
belum selesei bang ardi ceritanyaaa? kok kepotong.
eh, ada kok halaman 2, dst, sengaja saya penggal biar ga panjang di satu halaman
scroll aja agak ke bawah sebelum kolom komentar
sudah kuduga mas, ditunggu next nyaa
udah, dirapihin, silakan dilanjut, kakaaaa
Kok keren ya…. Belum pernah naik gunung nih aku 😭 *curhatan anak pantai*
cobain, mz
tapi jangan lupa persiapan yg matang.hehe
Iyanih… Mungkin harus ada latihan fisik dulu biar gk ngos-ngosan hehe
selamat mencoba
Trek ke merbabu lumayan sulit jg bgi pemula
iya, mesti banyak persiapan
Tulisannya sangat membantu 🙂
Jadi dapat gambaran ttg Merbabu via selo
semoga bermanfaat
semoga bermanfaat
Jadi pengin ikut naik gunung, euy. Ayo dilanjutkeun Mas, badainya kan belum kelihatan di sini, hehe. Kapan-kapan mau dong ikut Mas kalau naik gunung, cuma gunungnya jangan yang tinggi-tinggi, yah. Masih nubie nih, jadi pengennya yang ada eskalatornya (itu naik gunung apa mau ke emol yah, haha).
ayo bang gara, kita nanjak gunung yg hits dan instagramable.hehe
:v
Ayooo.
Aaakk kece bgt view-nya. Smg jadi gue ke Merbabu brg temen akhir thn nanti. Btw parahan mana sm Ciremai treknya? Tapi enak ya ada Sabana-nya gak kayak Ciremai yg hutan2 acan.
Tfs. Infonya oke bgt (y)
Ciremai mah dengkul ketemu jidat treknya.hehe
kalo merbabu separuh hutan ,sisanya area sabana
akhir tahun?
puncak musim hujan tuh, yakin? 😅
Okesip. InsyaAllah bisa lah yaaa.
Iya jg. Tp diajak temen. Ngikut aja We mah
bisa, asal persiapannya matang sadja
Okey Bang (Y(
good luck (y)
Ping balik: Ada Cinta di Ketinggian: Edisi Lawu | ardiologi